A.
Latar Belakang
Dalam dunia
teknik dan industri, khususnya dalam bidang konversi energi, heat exchanger atau
alat penukar panas merupakan suatu alat yang sangat penting. Alat yang
digunakan untuk memindahkan sejumlah energi dalam bentuk panas dari suatu
fluida ke fluida yang lain yang memiliki perbedaan temperatur salah satu tipe heat
exchanger yang umummya dikenal adalah tipe shell and tube.
Shell
and tube heat exchanger terdiri dari shell
(selongsong luar) dan didalamnya terdapat tubes (tabung-tabung
kecil). Fluida yang memiliki perbedaan temperatur, mengalir didalam shell dan
di dalam tubes dimana kedua fluida tersebut tidak bercampur satu dengan
yang lain. Arah aliran dari kedua fluida bisa terjadi secara parallel, counter,
cross maupun campuran. Aliran paralel terjadi terjadi ketika kedua
fluida masuk dari arah yang sama, mengalir kearah yang sama dan keluar melalui
arah yang sama pula, untuk aliran counter terjadi ketika kedua fluida
masuk dari arah yang berlawanan, mengalir dengan arah yang berlawanan, dan
mengalir dengan outlet yang berlawanan, sedangkan untuk aliran cross terjadi
ketika salah satu fluida mengalir secara tegak lurus terhadap fluida yang lain.
Dan untuk aliran campuran adalah aliran gabungan dari beberapa tipe aliran
tersebut.
Seiring
dengan perkembangan teknologi komputer digital berkecepatan tinggi yang pesat,
metode numerik, yaitu: Computational Fluid Dynamics ikut terpicu untuk
berkembang dengan pesat, dengan demikian penelitian secara numeric semakin
intensif dilakukan. Salah satu Penelitian yang banyak dilakukan adalah tentang
Fenomena aliran pada sisi shell, baik secara eksperimen maupun secaranumerik. Menggunakan
metode CFD untuk menganalisa desain dan redesain alat penukar kalor tipe shell
and tube.
B.
Tujuan Penelitian
Pada jurnal pertama, penelitian bertujuan untuk:
1.
Mengetahui
pengaruh bentuk impingement plate terhdap karakteristik perpindahan
panas di dalam tube bundle heat exchanger dengan menggunakan software
FLUENT.
Pada jurnal kedua
penelitian bertujuan untuk:
1.
Penelitian
dilakukan untuk mengetahui pola dan karakteristik aliran pada sisi shell
reboiler 61-105 C, dan distribusi temperatur pada zona yang diperkirakan ada
stagnasi aliran pada pertemuan inlet fluida panas dan outlet fluida dingin sisi
shell reboiler 61-105 C.
C.
Metodologi Penelitian
Pada jurnal pertama penelitian ini
akan membandingkan dua buah heat exchanger dengan 2 type baffle yang berbeda
(Double segmental baffle dan Helical baffle). Untuk type baffle double
segmental mempunyai potongan baffle sebesar 50 %, dan untuk type baffle helical
mempunyai potongan baffle 25% yang disusun secara melingkar.
Gambar 1 Grafik velocity sepanjang aliran di dalam
HE double segmental baffle
Gambar 2 Grafik velocity sepanjang aliran di dalam
HE helical baffle
1.
Pembuatan
Model (Geometry Set Up).
Proses menggambar bentuk geometri model dari shell and tube
heat exchanger dengan menggunakan software GAMBIT. Secara garis
besar geometri pada GAMBIT dapat dibuat dengan dua teknik yang nantinya bisa
saling dikombinasikan, yaitu teknik Bottom-Up dan Teknik Top-Down. Untuk
Bottom up adalah pembuatan geometri yang dimulai dari pembuatan entiti
yang paling dasar, yaitu membuat titik, kemudian dari kumpulan titik menjadi
garis, kumpulan garis menjadi bidang, dan kumpulan bidang menjadi suatu volume.
Sedangkan Top-Down adalah pembuatan geometri yang dimulai dari pembuatan
entiti yang paling tinggi, yaitu dari membuat volume/ bidang sesuai
dengan bentuk dasar yang telah disediakan oleh GAMBIT (face/volume
primitives)
a.
Geometri dan dimensi Double segmental baffle
b.
Geometri dan dimensi Helical baffle
Gambar
3 Geometri
dan dimensi
2.
Meshing
Pembuatan mesh elemen hingga (meshing)
adalah pembagian model solid menjadi elemen-elemen kecil sehingga kondisi batas
dan beberapa parameter yang diperlukan dapat diaplikasikan ke dalam
elemen-elemen kecil sehingga kondisi batas dan beberapa parameter yang diperlukan
dapat diaplikasikan ke dalam elemen-elemen tersebut.
Gambar 4. Heat Exchanger tampak kanan
Gambar 5. Meshing pada Heat Exchanger dengan menggunakan
double segmental baffle
Gambar 6. Meshing pada Heat Exchanger
dengan menggunakan helical baffle
3.
Memilih
Solver
Pada saat membuka FLUENT terdapat pilihan untuk menggunakan solver
2D/3D dengan keakuratan tunggal atau ganda(single precision/ double
precision). Secara umum, solver single precision cukup akurat untuk
berbagai kasus, tetapi untuk beberapa kasus tertentu akan lebih baik
menggunakan solver double precision.
4.
Memilih
Formulasi Solver
Fluent
menyediakan tiga formulasi solver, yaitu :
a.
Segreagated
b.
Coupled
Implising
c.
Coupled
Eksplisit
Formulasi
solver segregated dan coupled mempunyai perbedaan pada cara
penyelesaian persamaan kontinuitas, momentum, dan energi. Solver segregated menyelesaikan
persamaan tersebut secara bertahap (terpisah antara satu persamaan dengan
persamaan yang lain), sementara solver coupled menyelesaikan semua
persamaan secara bersamaan.Solver coupled implisit dan eksplisit sendiri
mempunyai perbedaan pada cara melinierkan persamaan yang akan diselesaikan.Pada
penelitian ini digunakan solver segregated untuk menyelesaikan persamaan yang
ada.
Turbulence
Modelling
Validasi
pada penelitian ini mengambil referensi pada penelitian terdahulu yang
digunakan oleh Ender Ozden dan Ilker Tari.
Input
Boundary Condition
Berbagai macam kondisi didefinisikan pada inlet mulai dari kecepatan.,
temperatur, tekanan, laju aliran. Sedangkan pada outlet biasanya disefinisikan
sebagai kondisi dimana fluida tersebut keluar dari domain atau dalam
suatu aplikasi CFD merupakan nilai yang didapat dari semua variable yang
didefinisikan dan diextrapolasi dari titik (nodal) atau sel
sebelumnya.
Materials (Fluida dan tube)
Yaitu
menentukan jenis material yang digunakan beserta dengan sifat dan
propertiesnya.
Initialize
Initialize merupakan tebakan awal agar lebih memudakan proses iterasai untuk
mencapai kondisi konvergen.
Iterasi
Iterasi
adalah proses perhitungan yang berulang-ulang dari kondisi batas yang diberikan
sampai konvergensi tercapai. Perhitungan yang dilakukan berdasarkan kondisi
batas dan persamaan-persamaan teoritis. Pada penelitian ini digunakan residual
konvergensi 10-5.
Pada jurnal kedua metode penelitian
yaitu Pada penelitian ini, analisis aliran pada sisi shell CO2 Stripper
Reboiler 61-105 C fokus pada fenomena aliran dan perpindahan panas yang
terjadi pada sisi shell serta korelasi terhadap timbulnya korosi lokal dengan
metode CFD dengan menggunakan CFDSof (Program komputer berbasis vinite volume).
Parameter input berdasarkan data operasional alat yang diperoleh dari PT. Pupuk
Iskandar Muda, Indonesia. Tahapan penelitian dimulai dari Studi literatur,
pengumpulan data lapangan, Cad Modelling, dilanjutkan dengan CFD modelling satu
fasa dan dua fasa. Simulasi dilakukan dari tahap pengaturan jumlah grid,
pembagian grid, dan penyederhaan model tube bundle diasumsikan sebagai
poros media, sehingga akan didapatkan hasil yang akurat. Hasil simulasi akan
dibandingkan dengan kondisi original disain dari peralatan dan sejarah
kerusakan peralatan sebagai validasi. Parameter dan kondisi input yang
diberikan adalah sebagai berikut:
a.
Total Laju massa Amdea
solution 236,4 kg/s
b.
Temperatur inlet Amdea
solution 396 K
c.
Heat rejection 28714 kW
d.
Porosity 0,13
e.
Total heat generation 9600000W/m3
f.
Kecepataninlet 1m/s
g.
Heat rejection 28714 kW
h.
Temperatur inlet amdea
solution 396 K
Konstanta Fiskal aMDEA Solution
a.
Massa jenis 965 kg/m3
b.
Panasjenis 4228,7 J/kg K
c.
Konduktivitastermal 0,44 W/m
K
d.
Viskositas 0,00058 Pas
Uap aMDEA Solution
a.
Massa jenis 1,12 kg/m3
b.
Panasjenis2177,15 J/kg K
c.
Konduktivitastermal 0,0256
W/m K
d.
Viskositas 0,000013 Pas
Atur Model
a.
Heat Conductivity
b. Gravity
c. Pindah Panas
d.
Gravitasi
D.
Hasil
dan Pembahasan
Pada jurnal pertama setelah proses iterasi telah selesai
dilakukan, maka akan didapatkan gambar hasil visualisasi tiga dimensi
dilengkapi dengan kontur beserta nilai-nilai variable yang dibutuhkan untuk
analisa selanjutnya (temperatur, velocity, pathline, dsb). Data tiga dimensi
tersebut dapat juga diolah menjadi dua dimensi agar mempermudah analisa di bab
ini. Gambar 4.1 menunjukkan contoh gambar pendistribusian pathline dan
temperature didalam heat exchanger type shell and tube.
Analisa
awal yang akan dibahas adalah visualisasi atau fenomena pathline yang terjadi
didalam heat exchanger. Lalu dilanjutkan dengan temperature, Kecepatan (velocity
magnitude), heat transfer, dan pressure drop yang ada pada dua jenis baffle
di dalam heat exchanger type shell and tube tersebut.
1. Visualisasi Pathline
a. Double segmental baffle (Vin = 1.2 m/s)
b. Helical baffle (Vin = 1.2 m/s)
Gambar 7. Visualisasi Pathline dengan laju alir
massa = 96.5095 kg/s
Dari
Gambar 7 dapat terlihat pengaruh pola baffle spacing terhadap aliran yang
terbentuk di dalam sisi shell dalam visualisasi bentuk aliran pathline. Pada
variasi double segmental baffle mempunyai olakan meliuk-liuk dari arah atas dan
bawah yang bertabrakan satu dengan yang lain. Untuk variasi helical baffle
olakan yang terjadi memutar mengikuti kontur sisi dalam shell.Back flow atau
aliran balik merupakan aliran yang terjadi di dekat baffle setelah aliran
menumbuk dinding baffle. Pada double segmental baffle sering terjadi fenomena
aliran balik ini. Sedangkan pada variasi helical baffle jarang sekali terjadi
aliran balik.
2. Kontur Temperatur
a. Double segmental baffleT = 3030 – 311.60 K
b. Helical baffle T = 3030 – 311.60K
Gambar 8. Kontur Temperatur pada bidang z = 0 dengan
laju alir massa 96.50958 kg/s
Dari
Gambar 8 di atas kita dapat melihat dengan seksama bagaimana pengaruh type
baffle terhadap distribusi temperature dari aliran fluida yang divisualisasikan
secara dua dimensi. Adanya kenaikan temperatur sepanjang sisi shell pada jenis
double segmental baffle dikarenakan velocity yang lebih besar menyebabkan
perpindahan panas yang besar pula. Sehingga temperature di dalam heat exchanger
dengan helical baffle lebih tinggi daripada helical baffle. Temperature diambil
pada titik L = 0.3(Inlet) L = 0.6225, L = 1.2525, L = 2.1975, L = 3.1425, L =
4.085 dan L = 4.42(Outlet)
Gambar 9. Kontur Temperatur di titik L = Inlet, L =
0.6225, L = 1.2525, L = 2.1975, L = 3.1425, L = 4.085 dan L = 4.42.
Gambar 10. Grafik Perbandingan Temperatur pada L =
Inlet, L = 0.6225, L = 1.2525, L = 2.1975, L = 3.1425, L = 4.085, L = Outlet.
Pada double segmental dan helical baffle
Gambar 9 di
atas memperlihatkan temperatur di beberapa panjang tertentu pada heat exchanger
type shell and tube dengan dua variasi baffle yang berbeda. Dari grafik
tersebut terlihat kenaikan temperature pada tiap jarak tertentu dalam heat
exchanger. Dimulai pada jarak 0.6225, kenaikan temperatur mulai terjadi secara
perlahan namun pasti. Kenaikan temperatur diatas pada tiap jarak tersebut
dipengaruhi oleh bentuk baffle yang digunakan. Dan dapat kita lihat bahwa
baffle helical menghasilkan temperatur lebih tinggi dibandingkan double
segmental baffle. Gambar 10 menunjukkan temperatur di beberapa titik dari fluida
dingin yang mengalir didalam shell. Dimana dari grafik tersebut dapat diketahui
bahwa nilai temperatur fluida dingin yang mengalir di dalam shell didapat
semakin naik seiring jarak antar titik didalam shel l heat exchanger. Dari
perumusan : Q = แน.Cp.(Ts-๐∞)
Untuk
nilai แน dan T∞ yang konstan serta nilai cp yang tidak terlalu berubah
secara significant seiring perubahan ฮT. maka dengan naik nya nilai T∞ harus
dikompensasi dengan adanya penurunan nilai q transfer (transfer panas).
Sehingga dari perumusan tersebut dapat disimpulkan bahwa double segmental
menghasilkan perpindahan panas yang lebih baik dari helical baffle dari tube ke
dalam sisi shell.
3. Kontur Kecepatan (Velocity magnitude)
Gambar
11. Koordinar arah x,y,z pada Heat Exchanger
Gambar 12. Grafik velocity sepanjang aliran di dalam
HE double segmental baffle
Gambar 13. Grafik velocity sepanjang aliran di dalam
HE helical baffle
Pada trend grafik double segmental
baffle titik inlet menuju titik 0.6225 memiliki trend grafik yang menurun cukup
significal dan berangsur-angsur stabil dititik berikutnya hingga menuju outlet.
Sedangkan pada helical baffle dapat mempunyai trend grafik yang naik dan
menurun cukup significant. Dapat kita lihat dibeberapa titik. Grafik naik lalu
menurun cukup drastis dibeberapa titik dan berakhir dengan penurunan velocity
pada outlet.Dari data diatas dapat kita simpulkan double segmental memiliki
turbulensi velocity yang lebih baik dalam membantu perpindahan panas di dalam
heat exchanger.Untuk mengetahui pola aliarn didalam shell heat exchanger maka
dapat kita rumuskan :
. Sesuai dengan perumusan diatas, untuk
nilai แน yang konstan dan nilai dari As yang di hitung dari susunan tube yang
staggered. Dengan adanya kenaikan temperatur sepanjang sisi shell maka
dihasilkan perubahan ๐
yang semakin naik diakibatkan fluida menjadi lebih panas karena adanya transfer
panas dari tube ke fluida dalam sisi shell. Dengan kata lain semakin panas
fluida akan mempengaruhi kecepatan fluida didalam shell.
4. Koefisien konveksi pada double segmental dan helical baffle
Gambar 14. Koordinat pada y = 0, z = 0, kearah x
Gambar
15. Grafik h rata-rata di dalam HE double segmental baffle dan helical baffle
Dari
trend grafik diatas dapat kita lihat dapat kita lihat ho rata-rata heat
exchanger dengan menggunakan double segmental baffle mempunyai heat transfer
yang lebih tinggi dari helical baffle. Aliran fluida dingin dengan temperatur
3030K. pertama kali masuk melalui nozzle inlet dengan kemiringan 450 dengan laju
alir massasebesar 96.50958333kg/s menumbuk tube pada baris pertama tepat pada
titik stagnasi (Titik stagnasi = 450 ). Dari titik stagnasi aliran fluida
dingin bergerak mengikuti bentuk profil dari tube sambil menyerap sejumlah
kalor yang berada pada permukaan tube yang di lewati. Kalor yang diserap oleh
fluida dingin dalam sisi shell diakibatkan karena permukaan tube mempunyai
temperatur yang lebih tinggi dari temperatur fluida dingin dalam sisi shell.
Nilai koefisien konveksi dalam hal ini sebanding dengan nilai temperatur
permukaan tube (Ts). Seperti tertulis dalam perumusan :
. Sesuai dengan perumusan diatas, untuk
nilai q” yang konstan dan Ts sebesar 3080K, maka didapatkan perubahan T∞ yang
semakin meningkat. Pada saat aliran fluida dingin dalam sisi shell yang
melewati tube yang mempunyai q” konstan maka aliran fluida dingin yang menuju
ke arah outflow banyak menyerap kalor dari tube yang dilewati sehingga ฮโ menjadi semakin kecil
maka harga heat transfer menjadi semakin kecil pula.
5. Koefisien konveksi pada sisi tube
Gambar
16. Grafik heat transfer rata-rata di permukaan tube di dalam HE double
segmental dan helical baffle
Gambar
16 di atas menunjukkan pengaruh jenis baffle terhadap koefisien konveksi rata –
rata dari permukaan luar tube. Dari grafik diatas dapat dilihat perbedaan nilai
koefisien konveksi rata-rata antara kedua baffle. Hal ini dikarenakan dengan
adanya arah olakan yang berbeda pada tiap baffle yang digunakan. Peningkatan
kecepatan yang terjadi pada tiap jenis baffle yang digunakan tentunya berdampak
terhadap meningkatnya koefisien konveksi rata-rata sisi shell (ho). Hal
tersebut berdasarkan persamaan :
. di mana k adalah konduktifitas fluida
dan De adalah diameter ekuivalen maka h akan sangat dipengaruhi oleh Nusselt
number. Sedangkan Nusselt number adalah fungsi dari Reynolds number dan Prandlt
number. Apabila nilai kecepatan fluida mengalami peningkatan maka tentunya
Reynolds number akan mengalami peningkatan pula, sehingga pada akhirnya nilai
koefisien konveksi rata-rata meningkat.
6. Pressure Drop
Gambar
17. Grafik pressure double segmental baffle
Gambar
18. Grafik pressure helical baffle
Pada
gambar 17 dan 18 dapat kita lihat perbedaan tekanan di tiap titik yang cukup
significant. Pada double segmental baffle pressure di beberapa titik awal
mempunyai penurunan tekanan yang sangat besar hingga mencapai -2100 pascal.
Pada titik selanjutnya tekanan mulai stabil di kisaran antara -1700 sampai
-1500 pascal. Sedangkan untuk helical baffle temperatur turun paling rendah
hanya mencapai – 500 pascal, kemudian dititik akhir kembali naik di kisaran 100
pascal. Dari data grafik diatas dapat kita simpulkan double segmental baffle
mempunyai pressure drop paling rendah dibandingkan dengan helical baffle.
Pada
jurnal kedua hasil analisa yang didapat adalah sebagai berikut:
Gambar 19. Cad Modelling General Arrangement CO2
Stripper Reboiler 61-105 C
Gambar 20. Cad ModellingGeometri
CO2 Stripper Reboiler 61-105 C
Gambar 21. Geometri
Modelling dan Input Parameter
CO2 stripper
reboiler adalah salah satu peralatan yang digunakan pada proses produksi
amonia yang digunakan oleh PT Pupuk Iskandar Muda, Aceh Indonesia. CO2 stripper
reboiler adalah alat penukar kalor tipe shell and tube yang
berfungsi untuk menurunkan temperatur campuran gas (LTS Effluent) dari
210°C sampai 132°C dengan fluida pendingin campuran air dengan zat kimia (aMDEA
Solution). LTS effluent mengalir dua pass di sisi tube,
sepanjang U tube bundle masuk dari header atas dan keluar dari header
bawah sambil melepas panas. Sedangkan aMDEA Solution mengalir satu pass,
di dalam shell yang masuk dari bawah dan keluar di atas. Jumlah inlet
LTS effluent satu dan aMDEA Solution dua sedangkan jumlah outlet
LTS effluent satu dan aMDEA Solution dua. Jumlah U tube 1234
buah dengan panjang 7000 mm, berdiameter 25,4 mm dan tebal 1.65 mm. Material tube,
shell, baffle, dan impingement adalah stainless steel 304
disesuaikan dengan kondisi kerja dan lingkungan. Alat penukar kalor ini
didesain sedemikian rupa untuk memperkecil pressure drop di sisi shell dibuktikan
dengan pemilihan tipe pitch tube persegi dengan sudut 900, tube pitch
32mm dan diameter outlet shell (26 in) lebih besar dibandingkan inlet
shell (16 in). Impingement yang terletak di sisi inlet berfungsi
untuk membagi aliran dan pelindung tube. Terdapat 4 baffle berlainan
tipe yang berfungsi untuk mengarahkan aliran. Kalor yang dilepaskan LTS
effluent diserap oleh aMDEA Solution sehingga terjadi proses
pendidihan dan penguapan (5% dari laju massa total). Perpindahan panas kedua
fluida ini sebesar 28551.67 kW.
Gambar 22. Pola Aliran Pada Sisi Shell
Hasil simulasi memperlihatkan aliran didalam shell (aMDEA
Solution) bergerak dari dua nozzle inlet bagian bawah menuju 2 nozzle
outlet bagian atas melewati tube bunle seperti terlihat pada gambar 3.2, dengan
laju aliran massa 236,4 kg/s atau sekitar 1 m/s. Pada sisi inlet terdapat impengement
baffle yang berfungsi menahan aliran dan membagi aliran supaya
terdistribusi secara merata, kecepatan aliran mulai menurun ketika melewati
celah-celah U tube bundle rata-rata 0.05 m/s, aliran menurun disebabkan
area lebih besar dibanding sisi inlet, kecepatan fluida meningkat kembali
ketika mendekati sisi outlet sebesar 0,6 m/s, kenaikan kecepatan pada posisi
keluar karena fluida memasuki area yang lebih lebih kecil dibandingkan pada
area internal shell, dan perbedaan kecepatan sisi inlet dengan outlet
karena diameter outlet lebih besar 644 mm dibandingkan diameter inlet 390 mm.
Gambar 23. Distribusi Kecepatan Aliran
Pada daerah dekat
tubesheet bagian atas ditunjuk pada gambar 5. kecepatan relatif lebih rendah
dibandingkan daerah lainnya yang dekat dengan tube sheet, yaitu 0,0308 m/s.
Rendahnya kecepatan ini terjadi sebagai akibat dari stagnasi fluida yang
disebabkan oleh posisi outlet serta profil antara tubesheet dengan shell
bersiku.
Gambar 24. Distribusi Temperatur dalam
shell
Pada daerah ini juga bertemperatur tinggi 481,681 K dan kecepatan
rendah 0,0308 m/s, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 6. Temperatur tinggi
pada daerah ini terjadi akibat persingunggan antara inlet fluida panas dalam
tube dengan outlet fluida dingin pada sisi shell. Keterbatasan yang dimiliki
oleh perangkat lunak menjadikan perubahan fasa yang terjadi pada fluida aMDEA
Solution direpresentasikan dengan nilai temperatur. Hasil simulasi yang
menunjukkan temperatur sebesar 481,681K menunjukkan bahwa kalor yang diserap
seluruhnya diubah untuk meningkatkan temperatur. Daerah dimana aMDEASolution
memiliki temperatur tertinggi merepresentasikan bahwa pada daerah tersebut
sering mengalami proses pendidihan pada permukaan tube.
Gambar 25. Korosi Pada
Tube (Sumber: PT PIM 2010)
Gambar 25. menunjukkan korosi yang
terjadi tidak seragam dan hanya pada bagian tertentu berbentuk seperti coakan
yang akan menyebabkan lubang pada tube. Berdasarkan simulasi, daerah yang
sering mengalami korosi berada pada temperatur tinggi atau saat larutan aMDEA
mulai mendidih. Pada proses pendidihan terjadi gelembung-gelembung uap yang
pecah dan terbentuk kembali secara berulang. Peristiwa ini menyebabkan
gelombang kejut yang dapat merusak oxide protective layer, sehingga
permukaan menjadi kasar yang dapat bertindak sebagai tempat nukleasi bubbles
baru. Korosi akan terbentuk terus menerus pada permukaan tube yang kasar
sehingga akan menyebabkan tube berlubang. Pada lokasi temperatur tinggi dan
berkecepatan rendah proses pendidihan sering terjadi yang direpresentasikan
dari fraksi uap yang cenderung dominan pada lokasi tersebut. Distribusi fraksi
uap sepanjang permukaan tube dekat sisi outlet dapat dilihat pada
gambar 26.
Gambar 26. fraksi uap CO2stripper reboiler 61-105
C
Fraksi uap tertinggi pada jarak kurang
dari 300 mm dari tubesheet sebesar 0,0266 atau sebesar 6,33 kg/s,
semakin menjauhi tubesheet fraksi uap berkurang sekitar 0,25 kg/s.
Fraksi uap cenderung naik-turun, disebabkan oleh adanya sumber kalor yang
menyebabkan fraksi uap naik sedangkan aliran uap menuju outlet menyebabkan
fraksi uap turun. Pada kondisi terpasang fraksi uap pada outlet sebesar
0,05 atau 11,92 kg/s sedangkan pada simulasi fraksi uap pada outlet sebesar
0,0453 atau 10,80 kg/s. Secara kualitatif simulasi ini dapat merepresentasikan
kondisi sistem karena beda simulasi hanya 10% dibandingkan kondisi terpasang.
Material tube adalah
stainless steel 304 yang umum digunakan untuk reboiler karena memiliki
komposisi yang tahan korosi di bawah temperatur 5950C jika lebih tinggi maka
perlu dilakukan pendinginan pada system selama 5 menit untuk
menghindari pembentukan karbid yang mengurangi kromium padalapisan pelindung
sehingga mudah terserang korosilokal (H.Ackerman et al., 1987). Pada sistem CO2
Stripper Reboiler temperature maksimal 1240C masih dibawah temperature
kritis 5950C sehingga penyebab korosi bukan karena factor termal. Korosi lokal
pada daerah tersebut bukan disebabkan oleh keasaman fluida karena fluida asam
umumnya menyebabka n korosi merata. Korosi local disebabkan oleh kerusakan
lapisan pelindung (passive film) pada daera htersebut. Pada system ini
lokasi korosi terdapat pada daerah yang sering mengalami proses pendidihan
dimana pada saat proses pendidihan terbentuk energi yang dapat menyebabkan
proses re-oksidasi senyawa pembentuk stainless (C, Mn, P, S, Si ,Cr ,Ni, Mo)
(Motooka, T. et al., 2008).
E.
Kesimpulan
Dari
kedua jurnal tersebut dapat ditarik kesimpulan pada masing-masing jurnal
diantaranya:
1.
Pada jurnal pertama
penelitian mengenai studi numerik mengenai pengaruh variasi type baffle
terhadap karakteristik aliran dan perpindahan panas pada heat exchanger shell
and tube dengan variasi double segmental baffel dan helical baffle. Dimana heat
exchanger dengan tipe double segmental baffel mempunyai keluaran temperatur
sebesar 306,745°K sedangkan temperatur helical baffle sebesar 307,022 °K.
kecepatan rata-rata aliran yang dihasilkan pada double segmental baffle sebesar
5 m/s dan helical baffle sebesar 6 m/s. nilai koefisien konveksi rata-rata pada
double segmental baffle sebesar 218,408 W/m2.K dan helical baffle
sebesar 171,122 W/m2.K, hal ini membuktikan bahwa double segmental
baffle lebih baik dalam menghantarkan panas konveksi dibandingkan dengan
helical baffle.
2.
Pada jurnal kedua dimana
penelitian dilakukan di PT. Pupuk Iskandar Muda, Aceh. Penelitian berkaitan
dengan CO2 Stripper Reboiler didapatkan hasil diantaranya karakteristik aaliran
pada sisi shell tidak merata hal ini dibuktikan tidak seragamnya kecepatan
aliran di dalam shell pada kondisi masuk sebesar 0,9 m/s kemudian turun menjadi
0,55 m/s pada daerah tube. Pada tube bundle terjadi kenaikan mencapai 461 K
dibanding bagian bawah tube bundle 396 K. Sedangkan korosi disebabkan oleh
stagnasi fluida.
Daftar
Pustaka
Ali, Muhammad, M. Ilham Maulana dan
Hamdani umar. 2012. Analisa Aliran Pada
Sisi Shell Reboiler 61-105 C Dengan Menggunakan Computitational Fluid Dynamics
(CFD). Aceh : Universitas Syiah Kuala
Adhitiya, Anggareza, dan Djatmiko Ichsani. 2013. Simulasi Perfomasi Heat
Exchanger Type Shell And Tube Dengan Double Segmental Baffle Terhadap Helical
Baffle. Surabaya : Jurnal Teknik Pomits.