Senin, 17 April 2017

TUGAS SOFTSKILL ANALISIS HEAT EXCHANGER MENGGUNAKAN COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS (CFD)



A.                Latar Belakang
Dalam dunia teknik dan industri, khususnya dalam bidang konversi energi, heat exchanger atau alat penukar panas merupakan suatu alat yang sangat penting. Alat yang digunakan untuk memindahkan sejumlah energi dalam bentuk panas dari suatu fluida ke fluida yang lain yang memiliki perbedaan temperatur salah satu tipe heat exchanger yang umummya dikenal adalah tipe shell and tube.
            Shell and tube heat exchanger terdiri dari shell (selongsong luar) dan didalamnya terdapat tubes (tabung-tabung kecil). Fluida yang memiliki perbedaan temperatur, mengalir didalam shell dan di dalam tubes dimana kedua fluida tersebut tidak bercampur satu dengan yang lain. Arah aliran dari kedua fluida bisa terjadi secara parallel, counter, cross maupun campuran. Aliran paralel terjadi terjadi ketika kedua fluida masuk dari arah yang sama, mengalir kearah yang sama dan keluar melalui arah yang sama pula, untuk aliran counter terjadi ketika kedua fluida masuk dari arah yang berlawanan, mengalir dengan arah yang berlawanan, dan mengalir dengan outlet yang berlawanan, sedangkan untuk aliran cross terjadi ketika salah satu fluida mengalir secara tegak lurus terhadap fluida yang lain. Dan untuk aliran campuran adalah aliran gabungan dari beberapa tipe aliran tersebut.
            Seiring dengan perkembangan teknologi komputer digital berkecepatan tinggi yang pesat, metode numerik, yaitu: Computational Fluid Dynamics ikut terpicu untuk berkembang dengan pesat, dengan demikian penelitian secara numeric semakin intensif dilakukan. Salah satu Penelitian yang banyak dilakukan adalah tentang Fenomena aliran pada sisi shell, baik secara eksperimen maupun secaranumerik. Menggunakan metode CFD untuk menganalisa desain dan redesain alat penukar kalor tipe shell and tube.

B.                Tujuan Penelitian
Pada jurnal pertama, penelitian bertujuan untuk:
1.      Mengetahui pengaruh bentuk impingement plate terhdap karakteristik perpindahan panas di dalam tube bundle heat exchanger dengan menggunakan software FLUENT.

Pada jurnal kedua penelitian bertujuan untuk:
1.      Penelitian dilakukan untuk mengetahui pola dan karakteristik aliran pada sisi shell reboiler 61-105 C, dan distribusi temperatur pada zona yang diperkirakan ada stagnasi aliran pada pertemuan inlet fluida panas dan outlet fluida dingin sisi shell reboiler 61-105 C.

C.                Metodologi Penelitian
            Pada jurnal pertama penelitian ini akan membandingkan dua buah heat exchanger dengan 2 type baffle yang berbeda (Double segmental baffle dan Helical baffle). Untuk type baffle double segmental mempunyai potongan baffle sebesar 50 %, dan untuk type baffle helical mempunyai potongan baffle 25% yang disusun secara melingkar.
Gambar 1 Grafik velocity sepanjang aliran di dalam HE double segmental baffle
Gambar 2 Grafik velocity sepanjang aliran di dalam HE helical baffle

1.      Pembuatan Model (Geometry Set Up).
Proses menggambar bentuk geometri model dari shell and tube heat exchanger dengan menggunakan software GAMBIT. Secara garis besar geometri pada GAMBIT dapat dibuat dengan dua teknik yang nantinya bisa saling dikombinasikan, yaitu teknik Bottom-Up dan Teknik Top-Down. Untuk Bottom up adalah pembuatan geometri yang dimulai dari pembuatan entiti yang paling dasar, yaitu membuat titik, kemudian dari kumpulan titik menjadi garis, kumpulan garis menjadi bidang, dan kumpulan bidang menjadi suatu volume. Sedangkan Top-Down adalah pembuatan geometri yang dimulai dari pembuatan entiti yang paling tinggi, yaitu dari membuat volume/ bidang sesuai dengan bentuk dasar yang telah disediakan oleh GAMBIT (face/volume primitives)
            a. Geometri dan dimensi Double segmental baffle
            b. Geometri dan dimensi Helical baffle
Gambar 3 Geometri dan dimensi
2.      Meshing
            Pembuatan mesh elemen hingga (meshing) adalah pembagian model solid menjadi elemen-elemen kecil sehingga kondisi batas dan beberapa parameter yang diperlukan dapat diaplikasikan ke dalam elemen-elemen kecil sehingga kondisi batas dan beberapa parameter yang diperlukan dapat diaplikasikan ke dalam elemen-elemen tersebut.
Gambar 4. Heat Exchanger tampak kanan
Gambar 5. Meshing pada Heat Exchanger dengan menggunakan double segmental baffle
Gambar 6. Meshing pada Heat Exchanger dengan menggunakan helical baffle

3.      Memilih Solver
Pada saat membuka FLUENT terdapat pilihan untuk menggunakan solver 2D/3D dengan keakuratan tunggal atau ganda(single precision/ double precision). Secara umum, solver single precision cukup akurat untuk berbagai kasus, tetapi untuk beberapa kasus tertentu akan lebih baik menggunakan solver double precision.
4.      Memilih Formulasi Solver
Fluent menyediakan tiga formulasi solver, yaitu :
a.         Segreagated
b.         Coupled Implising
c.         Coupled Eksplisit
Formulasi solver segregated dan coupled mempunyai perbedaan pada cara penyelesaian persamaan kontinuitas, momentum, dan energi. Solver segregated menyelesaikan persamaan tersebut secara bertahap (terpisah antara satu persamaan dengan persamaan yang lain), sementara solver coupled menyelesaikan semua persamaan secara bersamaan.Solver coupled implisit dan eksplisit sendiri mempunyai perbedaan pada cara melinierkan persamaan yang akan diselesaikan.Pada penelitian ini digunakan solver segregated untuk menyelesaikan persamaan yang ada.
Turbulence Modelling
Validasi pada penelitian ini mengambil referensi pada penelitian terdahulu yang digunakan oleh Ender Ozden dan Ilker Tari.
Input Boundary Condition
Berbagai macam kondisi didefinisikan pada inlet mulai dari kecepatan., temperatur, tekanan, laju aliran. Sedangkan pada outlet biasanya disefinisikan sebagai kondisi dimana fluida tersebut keluar dari domain atau dalam suatu aplikasi CFD merupakan nilai yang didapat dari semua variable yang didefinisikan dan diextrapolasi dari titik (nodal) atau sel sebelumnya.
Materials (Fluida dan tube)
Yaitu menentukan jenis material yang digunakan beserta dengan sifat dan propertiesnya.
Initialize
Initialize merupakan tebakan awal agar lebih memudakan proses iterasai untuk mencapai kondisi konvergen.
Iterasi
Iterasi adalah proses perhitungan yang berulang-ulang dari kondisi batas yang diberikan sampai konvergensi tercapai. Perhitungan yang dilakukan berdasarkan kondisi batas dan persamaan-persamaan teoritis. Pada penelitian ini digunakan residual konvergensi 10-5.

            Pada jurnal kedua metode penelitian yaitu Pada penelitian ini, analisis aliran pada sisi shell CO2 Stripper Reboiler 61-105 C fokus pada fenomena aliran dan perpindahan panas yang terjadi pada sisi shell serta korelasi terhadap timbulnya korosi lokal dengan metode CFD dengan menggunakan CFDSof (Program komputer berbasis vinite volume). Parameter input berdasarkan data operasional alat yang diperoleh dari PT. Pupuk Iskandar Muda, Indonesia. Tahapan penelitian dimulai dari Studi literatur, pengumpulan data lapangan, Cad Modelling, dilanjutkan dengan CFD modelling satu fasa dan dua fasa. Simulasi dilakukan dari tahap pengaturan jumlah grid, pembagian grid, dan penyederhaan model tube bundle diasumsikan sebagai poros media, sehingga akan didapatkan hasil yang akurat. Hasil simulasi akan dibandingkan dengan kondisi original disain dari peralatan dan sejarah kerusakan peralatan sebagai validasi. Parameter dan kondisi input yang diberikan adalah sebagai berikut:
a.       Total Laju massa Amdea solution 236,4 kg/s
b.      Temperatur inlet Amdea solution 396 K
c.       Heat rejection 28714 kW
d.      Porosity 0,13
e.       Total heat generation 9600000W/m3
f.       Kecepataninlet 1m/s
g.      Heat rejection 28714 kW
h.      Temperatur inlet amdea solution 396 K

Konstanta Fiskal aMDEA Solution
a.       Massa jenis 965 kg/m3
b.      Panasjenis 4228,7 J/kg K
c.       Konduktivitastermal 0,44 W/m K
d.      Viskositas 0,00058 Pas

Uap aMDEA Solution
a.       Massa jenis 1,12 kg/m3
b.      Panasjenis2177,15 J/kg K
c.       Konduktivitastermal 0,0256 W/m K
d.      Viskositas 0,000013 Pas

Atur Model
a.                   Heat Conductivity
b.      Gravity
c.       Pindah Panas
d.      Gravitasi

D.                Hasil dan Pembahasan
                Pada jurnal pertama setelah proses iterasi telah selesai dilakukan, maka akan didapatkan gambar hasil visualisasi tiga dimensi dilengkapi dengan kontur beserta nilai-nilai variable yang dibutuhkan untuk analisa selanjutnya (temperatur, velocity, pathline, dsb). Data tiga dimensi tersebut dapat juga diolah menjadi dua dimensi agar mempermudah analisa di bab ini. Gambar 4.1 menunjukkan contoh gambar pendistribusian pathline dan temperature didalam heat exchanger type shell and tube.
            Analisa awal yang akan dibahas adalah visualisasi atau fenomena pathline yang terjadi didalam heat exchanger. Lalu dilanjutkan dengan temperature, Kecepatan (velocity magnitude), heat transfer, dan pressure drop yang ada pada dua jenis baffle di dalam heat exchanger type shell and tube tersebut.

1. Visualisasi Pathline
a. Double segmental baffle (Vin = 1.2 m/s)
b. Helical baffle (Vin = 1.2 m/s)
Gambar 7. Visualisasi Pathline dengan laju alir massa = 96.5095 kg/s

            Dari Gambar 7 dapat terlihat pengaruh pola baffle spacing terhadap aliran yang terbentuk di dalam sisi shell dalam visualisasi bentuk aliran pathline. Pada variasi double segmental baffle mempunyai olakan meliuk-liuk dari arah atas dan bawah yang bertabrakan satu dengan yang lain. Untuk variasi helical baffle olakan yang terjadi memutar mengikuti kontur sisi dalam shell.Back flow atau aliran balik merupakan aliran yang terjadi di dekat baffle setelah aliran menumbuk dinding baffle. Pada double segmental baffle sering terjadi fenomena aliran balik ini. Sedangkan pada variasi helical baffle jarang sekali terjadi aliran balik.

2. Kontur Temperatur
a. Double segmental baffleT = 3030 – 311.60 K
b. Helical baffle T = 3030 – 311.60K
Gambar 8. Kontur Temperatur pada bidang z = 0 dengan laju alir massa 96.50958 kg/s
            Dari Gambar 8 di atas kita dapat melihat dengan seksama bagaimana pengaruh type baffle terhadap distribusi temperature dari aliran fluida yang divisualisasikan secara dua dimensi. Adanya kenaikan temperatur sepanjang sisi shell pada jenis double segmental baffle dikarenakan velocity yang lebih besar menyebabkan perpindahan panas yang besar pula. Sehingga temperature di dalam heat exchanger dengan helical baffle lebih tinggi daripada helical baffle. Temperature diambil pada titik L = 0.3(Inlet) L = 0.6225, L = 1.2525, L = 2.1975, L = 3.1425, L = 4.085 dan L = 4.42(Outlet)
Gambar 9. Kontur Temperatur di titik L = Inlet, L = 0.6225, L = 1.2525, L = 2.1975, L = 3.1425, L = 4.085 dan L = 4.42.
Gambar 10. Grafik Perbandingan Temperatur pada L = Inlet, L = 0.6225, L = 1.2525, L = 2.1975, L = 3.1425, L = 4.085, L = Outlet. Pada double segmental dan helical baffle
Gambar 9 di atas memperlihatkan temperatur di beberapa panjang tertentu pada heat exchanger type shell and tube dengan dua variasi baffle yang berbeda. Dari grafik tersebut terlihat kenaikan temperature pada tiap jarak tertentu dalam heat exchanger. Dimulai pada jarak 0.6225, kenaikan temperatur mulai terjadi secara perlahan namun pasti. Kenaikan temperatur diatas pada tiap jarak tersebut dipengaruhi oleh bentuk baffle yang digunakan. Dan dapat kita lihat bahwa baffle helical menghasilkan temperatur lebih tinggi dibandingkan double segmental baffle. Gambar 10 menunjukkan temperatur di beberapa titik dari fluida dingin yang mengalir didalam shell. Dimana dari grafik tersebut dapat diketahui bahwa nilai temperatur fluida dingin yang mengalir di dalam shell didapat semakin naik seiring jarak antar titik didalam shel l heat exchanger. Dari perumusan : Q = แน.Cp.(Ts-๐‘‡)
            Untuk nilai แน dan Tyang konstan serta nilai cp yang tidak terlalu berubah secara significant seiring perubahan ฮ”T. maka dengan naik nya nilai Tharus dikompensasi dengan adanya penurunan nilai q transfer (transfer panas). Sehingga dari perumusan tersebut dapat disimpulkan bahwa double segmental menghasilkan perpindahan panas yang lebih baik dari helical baffle dari tube ke dalam sisi shell.

3. Kontur Kecepatan (Velocity magnitude)
Gambar 11. Koordinar arah x,y,z pada Heat Exchanger
Gambar 12. Grafik velocity sepanjang aliran di dalam HE double segmental baffle
Gambar 13. Grafik velocity sepanjang aliran di dalam HE helical baffle
            Pada trend grafik double segmental baffle titik inlet menuju titik 0.6225 memiliki trend grafik yang menurun cukup significal dan berangsur-angsur stabil dititik berikutnya hingga menuju outlet. Sedangkan pada helical baffle dapat mempunyai trend grafik yang naik dan menurun cukup significant. Dapat kita lihat dibeberapa titik. Grafik naik lalu menurun cukup drastis dibeberapa titik dan berakhir dengan penurunan velocity pada outlet.Dari data diatas dapat kita simpulkan double segmental memiliki turbulensi velocity yang lebih baik dalam membantu perpindahan panas di dalam heat exchanger.Untuk mengetahui pola aliarn didalam shell heat exchanger maka dapat kita rumuskan : . Sesuai dengan perumusan diatas, untuk nilai แน yang konstan dan nilai dari As yang di hitung dari susunan tube yang staggered. Dengan adanya kenaikan temperatur sepanjang sisi shell maka dihasilkan perubahan ๐›’ yang semakin naik diakibatkan fluida menjadi lebih panas karena adanya transfer panas dari tube ke fluida dalam sisi shell. Dengan kata lain semakin panas fluida akan mempengaruhi kecepatan fluida didalam shell.

4. Koefisien konveksi pada double segmental dan helical baffle
Gambar 14. Koordinat pada y = 0, z = 0, kearah x
Gambar 15. Grafik h rata-rata di dalam HE double segmental baffle dan helical baffle
                Dari trend grafik diatas dapat kita lihat dapat kita lihat ho rata-rata heat exchanger dengan menggunakan double segmental baffle mempunyai heat transfer yang lebih tinggi dari helical baffle. Aliran fluida dingin dengan temperatur 3030K. pertama kali masuk melalui nozzle inlet dengan kemiringan 450 dengan laju alir massasebesar 96.50958333kg/s menumbuk tube pada baris pertama tepat pada titik stagnasi (Titik stagnasi = 450 ). Dari titik stagnasi aliran fluida dingin bergerak mengikuti bentuk profil dari tube sambil menyerap sejumlah kalor yang berada pada permukaan tube yang di lewati. Kalor yang diserap oleh fluida dingin dalam sisi shell diakibatkan karena permukaan tube mempunyai temperatur yang lebih tinggi dari temperatur fluida dingin dalam sisi shell. Nilai koefisien konveksi dalam hal ini sebanding dengan nilai temperatur permukaan tube (Ts). Seperti tertulis dalam perumusan : . Sesuai dengan perumusan diatas, untuk nilai q” yang konstan dan Ts sebesar 3080K, maka didapatkan perubahan Tyang semakin meningkat. Pada saat aliran fluida dingin dalam sisi shell yang melewati tube yang mempunyai q” konstan maka aliran fluida dingin yang menuju ke arah outflow banyak menyerap kalor dari tube yang dilewati sehingga ฮ”โ„Ž menjadi semakin kecil maka harga heat transfer menjadi semakin kecil pula.

5. Koefisien konveksi pada sisi tube
Gambar 16. Grafik heat transfer rata-rata di permukaan tube di dalam HE double segmental dan helical baffle
Gambar 16 di atas menunjukkan pengaruh jenis baffle terhadap koefisien konveksi rata – rata dari permukaan luar tube. Dari grafik diatas dapat dilihat perbedaan nilai koefisien konveksi rata-rata antara kedua baffle. Hal ini dikarenakan dengan adanya arah olakan yang berbeda pada tiap baffle yang digunakan. Peningkatan kecepatan yang terjadi pada tiap jenis baffle yang digunakan tentunya berdampak terhadap meningkatnya koefisien konveksi rata-rata sisi shell (ho). Hal tersebut berdasarkan persamaan : . di mana k adalah konduktifitas fluida dan De adalah diameter ekuivalen maka h akan sangat dipengaruhi oleh Nusselt number. Sedangkan Nusselt number adalah fungsi dari Reynolds number dan Prandlt number. Apabila nilai kecepatan fluida mengalami peningkatan maka tentunya Reynolds number akan mengalami peningkatan pula, sehingga pada akhirnya nilai koefisien konveksi rata-rata meningkat.

6. Pressure Drop
Gambar 17. Grafik pressure double segmental baffle
Gambar 18. Grafik pressure helical baffle
            Pada gambar 17 dan 18 dapat kita lihat perbedaan tekanan di tiap titik yang cukup significant. Pada double segmental baffle pressure di beberapa titik awal mempunyai penurunan tekanan yang sangat besar hingga mencapai -2100 pascal. Pada titik selanjutnya tekanan mulai stabil di kisaran antara -1700 sampai -1500 pascal. Sedangkan untuk helical baffle temperatur turun paling rendah hanya mencapai – 500 pascal, kemudian dititik akhir kembali naik di kisaran 100 pascal. Dari data grafik diatas dapat kita simpulkan double segmental baffle mempunyai pressure drop paling rendah dibandingkan dengan helical baffle.

            Pada jurnal kedua hasil analisa yang didapat adalah sebagai berikut:
Gambar 19. Cad Modelling General Arrangement CO2 Stripper Reboiler 61-105 C
Gambar 20. Cad ModellingGeometri CO2 Stripper Reboiler 61-105 C
Gambar 21. Geometri Modelling dan Input Parameter
                CO2 stripper reboiler adalah salah satu peralatan yang digunakan pada proses produksi amonia yang digunakan oleh PT Pupuk Iskandar Muda, Aceh Indonesia. CO2 stripper reboiler adalah alat penukar kalor tipe shell and tube yang berfungsi untuk menurunkan temperatur campuran gas (LTS Effluent) dari 210°C sampai 132°C dengan fluida pendingin campuran air dengan zat kimia (aMDEA Solution). LTS effluent mengalir dua pass di sisi tube, sepanjang U tube bundle masuk dari header atas dan keluar dari header bawah sambil melepas panas. Sedangkan aMDEA Solution mengalir satu pass, di dalam shell yang masuk dari bawah dan keluar di atas. Jumlah inlet LTS effluent satu dan aMDEA Solution dua sedangkan jumlah outlet LTS effluent satu dan aMDEA Solution dua. Jumlah U tube 1234 buah dengan panjang 7000 mm, berdiameter 25,4 mm dan tebal 1.65 mm. Material tube, shell, baffle, dan impingement adalah stainless steel 304 disesuaikan dengan kondisi kerja dan lingkungan. Alat penukar kalor ini didesain sedemikian rupa untuk memperkecil pressure drop di sisi shell dibuktikan dengan pemilihan tipe pitch tube persegi dengan sudut 900, tube pitch 32mm dan diameter outlet shell (26 in) lebih besar dibandingkan inlet shell (16 in). Impingement yang terletak di sisi inlet berfungsi untuk membagi aliran dan pelindung tube. Terdapat 4 baffle berlainan tipe yang berfungsi untuk mengarahkan aliran. Kalor yang dilepaskan LTS effluent diserap oleh aMDEA Solution sehingga terjadi proses pendidihan dan penguapan (5% dari laju massa total). Perpindahan panas kedua fluida ini sebesar 28551.67 kW.
Gambar 22. Pola Aliran Pada Sisi Shell
Hasil simulasi memperlihatkan aliran didalam shell (aMDEA Solution) bergerak dari dua nozzle inlet bagian bawah menuju 2 nozzle outlet bagian atas melewati tube bunle seperti terlihat pada gambar 3.2, dengan laju aliran massa 236,4 kg/s atau sekitar 1 m/s. Pada sisi inlet terdapat impengement baffle yang berfungsi menahan aliran dan membagi aliran supaya terdistribusi secara merata, kecepatan aliran mulai menurun ketika melewati celah-celah U tube bundle rata-rata 0.05 m/s, aliran menurun disebabkan area lebih besar dibanding sisi inlet, kecepatan fluida meningkat kembali ketika mendekati sisi outlet sebesar 0,6 m/s, kenaikan kecepatan pada posisi keluar karena fluida memasuki area yang lebih lebih kecil dibandingkan pada area internal shell, dan perbedaan kecepatan sisi inlet dengan outlet karena diameter outlet lebih besar 644 mm dibandingkan diameter inlet 390 mm.
Gambar 23. Distribusi Kecepatan Aliran
Pada daerah dekat tubesheet bagian atas ditunjuk pada gambar 5. kecepatan relatif lebih rendah dibandingkan daerah lainnya yang dekat dengan tube sheet, yaitu 0,0308 m/s. Rendahnya kecepatan ini terjadi sebagai akibat dari stagnasi fluida yang disebabkan oleh posisi outlet serta profil antara tubesheet dengan shell bersiku.
Gambar 24. Distribusi Temperatur dalam shell
Pada daerah ini juga bertemperatur tinggi 481,681 K dan kecepatan rendah 0,0308 m/s, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 6. Temperatur tinggi pada daerah ini terjadi akibat persingunggan antara inlet fluida panas dalam tube dengan outlet fluida dingin pada sisi shell. Keterbatasan yang dimiliki oleh perangkat lunak menjadikan perubahan fasa yang terjadi pada fluida aMDEA Solution direpresentasikan dengan nilai temperatur. Hasil simulasi yang menunjukkan temperatur sebesar 481,681K menunjukkan bahwa kalor yang diserap seluruhnya diubah untuk meningkatkan temperatur. Daerah dimana aMDEASolution memiliki temperatur tertinggi merepresentasikan bahwa pada daerah tersebut sering mengalami proses pendidihan pada permukaan tube.
Gambar 25. Korosi Pada Tube (Sumber: PT PIM 2010)
            Gambar 25. menunjukkan korosi yang terjadi tidak seragam dan hanya pada bagian tertentu berbentuk seperti coakan yang akan menyebabkan lubang pada tube. Berdasarkan simulasi, daerah yang sering mengalami korosi berada pada temperatur tinggi atau saat larutan aMDEA mulai mendidih. Pada proses pendidihan terjadi gelembung-gelembung uap yang pecah dan terbentuk kembali secara berulang. Peristiwa ini menyebabkan gelombang kejut yang dapat merusak oxide protective layer, sehingga permukaan menjadi kasar yang dapat bertindak sebagai tempat nukleasi bubbles baru. Korosi akan terbentuk terus menerus pada permukaan tube yang kasar sehingga akan menyebabkan tube berlubang. Pada lokasi temperatur tinggi dan berkecepatan rendah proses pendidihan sering terjadi yang direpresentasikan dari fraksi uap yang cenderung dominan pada lokasi tersebut. Distribusi fraksi uap sepanjang permukaan tube dekat sisi outlet dapat dilihat pada gambar 26.
Gambar 26. fraksi uap CO2stripper reboiler 61-105 C
Fraksi uap tertinggi pada jarak kurang dari 300 mm dari tubesheet sebesar 0,0266 atau sebesar 6,33 kg/s, semakin menjauhi tubesheet fraksi uap berkurang sekitar 0,25 kg/s. Fraksi uap cenderung naik-turun, disebabkan oleh adanya sumber kalor yang menyebabkan fraksi uap naik sedangkan aliran uap menuju outlet menyebabkan fraksi uap turun. Pada kondisi terpasang fraksi uap pada outlet sebesar 0,05 atau 11,92 kg/s sedangkan pada simulasi fraksi uap pada outlet sebesar 0,0453 atau 10,80 kg/s. Secara kualitatif simulasi ini dapat merepresentasikan kondisi sistem karena beda simulasi hanya 10% dibandingkan kondisi terpasang.
            Material tube adalah stainless steel 304 yang umum digunakan untuk reboiler karena memiliki komposisi yang tahan korosi di bawah temperatur 5950C jika lebih tinggi maka perlu dilakukan pendinginan pada system selama 5 menit untuk menghindari pembentukan karbid yang mengurangi kromium padalapisan pelindung sehingga mudah terserang korosilokal (H.Ackerman et al., 1987). Pada sistem CO2 Stripper Reboiler temperature maksimal 1240C masih dibawah temperature kritis 5950C sehingga penyebab korosi bukan karena factor termal. Korosi lokal pada daerah tersebut bukan disebabkan oleh keasaman fluida karena fluida asam umumnya menyebabka n korosi merata. Korosi local disebabkan oleh kerusakan lapisan pelindung (passive film) pada daera htersebut. Pada system ini lokasi korosi terdapat pada daerah yang sering mengalami proses pendidihan dimana pada saat proses pendidihan terbentuk energi yang dapat menyebabkan proses re-oksidasi senyawa pembentuk stainless (C, Mn, P, S, Si ,Cr ,Ni, Mo) (Motooka, T. et al., 2008).

E.                Kesimpulan
            Dari kedua jurnal tersebut dapat ditarik kesimpulan pada masing-masing jurnal diantaranya:
1.      Pada jurnal pertama penelitian mengenai studi numerik mengenai pengaruh variasi type baffle terhadap karakteristik aliran dan perpindahan panas pada heat exchanger shell and tube dengan variasi double segmental baffel dan helical baffle. Dimana heat exchanger dengan tipe double segmental baffel mempunyai keluaran temperatur sebesar 306,745°K sedangkan temperatur helical baffle sebesar 307,022 °K. kecepatan rata-rata aliran yang dihasilkan pada double segmental baffle sebesar 5 m/s dan helical baffle sebesar 6 m/s. nilai koefisien konveksi rata-rata pada double segmental baffle sebesar 218,408 W/m2.K dan helical baffle sebesar 171,122 W/m2.K, hal ini membuktikan bahwa double segmental baffle lebih baik dalam menghantarkan panas konveksi dibandingkan dengan helical baffle.
2.      Pada jurnal kedua dimana penelitian dilakukan di PT. Pupuk Iskandar Muda, Aceh. Penelitian berkaitan dengan CO2 Stripper Reboiler didapatkan hasil diantaranya karakteristik aaliran pada sisi shell tidak merata hal ini dibuktikan tidak seragamnya kecepatan aliran di dalam shell pada kondisi masuk sebesar 0,9 m/s kemudian turun menjadi 0,55 m/s pada daerah tube. Pada tube bundle terjadi kenaikan mencapai 461 K dibanding bagian bawah tube bundle 396 K. Sedangkan korosi disebabkan oleh stagnasi fluida.

Daftar Pustaka
Ali, Muhammad, M. Ilham Maulana dan Hamdani umar. 2012. Analisa Aliran Pada Sisi Shell Reboiler 61-105 C Dengan Menggunakan Computitational Fluid Dynamics (CFD). Aceh : Universitas Syiah Kuala

Adhitiya, Anggareza, dan Djatmiko Ichsani. 2013. Simulasi Perfomasi Heat Exchanger Type Shell And Tube Dengan Double Segmental Baffle Terhadap Helical Baffle. Surabaya : Jurnal Teknik Pomits.